Motivasi & Inspirasi

Mengenal Kesedihan Ditinggalkan Orang Tersayang - By: Jeremy MB Ginting M.Psi., Psi.

Tanggal : Rabu, 27 Juli 2022 , 886


Rest in Peace, Eril..

 

Pada akhir Mei 2022 lalu, warga Indonesia dikejutkan dengan munculnya pemberitaan soal hilangnya anak sulung dari seorang gubernur. Proses pencarian dilakukan hari ke hari sampai akhirnya keluarga gubernur tersebut merelakan kepergian anak tsb. Tepat 2 minggu, barulah kemudian jasad si anak ditemukan. Adanya kejadian ini tentu menjadi kesedihan yang hebat bagi keluarga yang ditinggalkan.

 

Kehilangan orang yang kita sayangi umumnya dikaitkan dengan satu perasaan yang kita kenal dengan kesedihan (grief). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesedihan berasal dari kata sedih, merupakan ungkapan kata yang merupakan suatu perasaan sangat pilu dalam hati yang menimbulkan rasa susah. Kesedihan, walaupun bukan suatu hal yang diasosiasikan secara positif, adalah hal wajar yang dirasakan suatu individu. Hal ini kemudian banyak peneliti di bidang ilmu manusia (khususnya Psikologi) mempelajari mengenai kesedihan.

 

Berbicara mengenai kesedihan, terdapat satu model yang masih relevan digunakan untuk mencoba menjelaskan fenomena kesedihan itu sendiri, yaitu Model Kuber-Ross. Model ini dibuat oleh seorang Psikiater Swiss – Amerika yang bernama Dr. Elisabeth Kubler-Ross di dalam bukunya yang berjudul On Death and Dying (1969). Di dalam bukunya ini, ia menjelaskan bahwa manusia memiliki lima tahapan dalam menghadapi kesedihan. Tiap tahapan ini tidak harus linear, atau mungkin beberapa orang tidak merasakannya sama sekali. Bisa juga, seseorang hanya merasakan 1 atau 2 tahapan saja, tidak seluruhnya. Pada awalnya, model ini merupakan hasil observasi Dr. Elisabeth terhadap orang-orang yang menghadapi penyakit yang mematikan (terminal illness), akan tetapi setelah penelitian lebih lanjut ke lima tahapan dalam model ini merupakan reaksi normal manusia ketika menghadapi suatu peristiwa yang tragis. Tiap tahapan Kesedihan tersebut adalah :


- Denial (Penolakan)

Tahap ini merupakan tahapan di mana reaksi individu menolak realita dari suatu situasi. Individu cenderung menyangkal ataupun menolak bahwa suatu hal buruk telah terjadi. Hal ini merupakan reaksi normal untuk merasionalkan kondisi emosi yang kacau, penolakan/penyangkalan menjadi upaya suatu kejadian yang dialami tidak benar-benar terjadi.

 

- Anger (Marah)

Meskipun kita menolak suatu kejadian yang ada, bayang-bayang dari suatu kenyataan dan rasa sakit akan muncul. Emosi yang timbul seperti kesedihan, kekecewaan, ketakutan ataupun kebingungan terus menghantui sehingga keseluruhan emosi tersebut diekspresikan dalam bentuk amarah. 

 

- Bargaining (Penawaran)

Pada tahap ini, seseorang melakukan pengandaian terhadap apa yang seharusnya bisa dilakukan ataupun apa yang dapat dilakukan jika suatu hal buruk berhenti terjadi. Hal ini merupakan bentuk penawaran yang kita inginkan atas suatu realita yang sudah terjadi dan melindungi dari kejadian yang menyakitkan.

 

- Depression (Depresi)

Tahap ini dimana seseorang sudah berada di realitanya. Pada tahap ini individu sudah menyadari perasaan sedih, kesepian, tidak berdaya ataupun cemas dengan situasi yang dihadapinya. Di tahapan ini ditandai adanya gejala-gejala fisik seperti kesulitan makan, tidur ataupun motivasi rendah.

Tahap Depresi merupakan tahapan kritis karena membutuhkan strategi khusus ataupun bantuan dari profesional. Lama waktu seseorang di tahapan ini sangat dipengaruhi faktor lingkungan, apakah dia berada di lingkungan yang penuh dukungan, atau di lingkungan yang juga mengisolasi diri.

 

- Acceptance (Menerima)

Tahap penerimaan merupakan tahap terakhir dalam tahap kesedihan. Hal ini bukan berarti kita tidak lagi merasakan sakit atas suatu kejadian tragis, akan tetapi kita tidak lagi melawan realita dari kejadian yang sudah terjadi dan menerima kejadian tersebut sebagai sesuatu yang sudah tidak bisa diubah (new normal). Seseorang sadar bahwa ia harus melaluinya dan belajar atas musibah yang menimpanya dan ia tetap harus melanjutkan hidupnya dengan baik.


Reference:

https://www.psychologytoday.com/intl/blog/sustainable-lifesatisfaction/202004/understanding-the-stages-grief-and-facing-tragic-news

https://www.psychologytoday.com/intl/blog/supersurvivors/201707/why-the-five-stages-grief-are-wrong

https://www.psychologytoday.com/intl/blog/the-journey-ahead/200804/stages-grief-time-new-model


Bagikan :